Jumat, 03 Juli 2020

OBAT ANTI INFLAMASI NON STEROID (AINS)

1. History



Obat yang paling dikenal dari golongan AINS adalah aspirin, atau acetasalicylic, obat ini pertama kali disintesis pada tahun 1899. Aspirin sudah lama digunakan sebagai analgesik dan anti-inflamasi. Lebih dari 3.000 tahun yang lalu, penggunaan ekstrak tanaman myrtle, yang mengandung asam salisilat yang digunakan untuk meredakan nyeri sendi dan peradangan. Kulit willow, juga memiliki kandungan asam salisilat yang telah digunakan oleh Hippocrates (pendiri kedokteran modern), sebagai pereda nyeri lebih dari 2.500 tahun yang lalu. Penggunaan kulit pohon willow sebagai pereda nyeri dan sebagai bantuan umum untuk nyeri otot dan sendi terus dilakukan yang di mulai dari abad pertengahan. Felix Hoffman (1868-1946), seorang ilmuwan yang dipekerjakan oleh perusahaan farmasi Bayer, memodifikasi asam salisilat yang diambil dari sumber tanaman untuk memproduksi aspirin, hal ini menjadi produk penjualan terbesar dalam sejarah farmasi (www.World-of-Sports-Science).


NSAIDs (non-steroid anti-inflammatory drugs) atau biasa disebut dengan AINS (anti inflamasi non steroid) merupakan salah satu obat tertua dan paling banyak digunakan dalam sejarah manusia. Orang Yunani kuno biasanya mengunyah kulit pohon willow untuk mengurangi rasa sakit dan demam, tapi itu tidak dilakukan lagi sampai tahun 1800-an diketahui bahwa bahan aktif dalam kulit pohon willow salisin (yang dimetabolisme menjadi salisilat) telah diisolasi. Pada akhir abad kesembilan belas, asam asetil salisilat atau aspirin disintesis dan dipasarkan untuk anti-piretik, sifat anti-inflamasi dan analgesik. Segera setelah itu, senyawa dengan sifat yang mirip dengan aspirin ditemukan dan diberi nama non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAIDs), untuk membedakan dari aktivitas anti-inflamasi glukokortikoid. Hubungan antara NSAIDs dan jalur COX dibuat pada awal tahun 1970, ketika John Vane mengusulkan bahwa NSAIDs memediasi anti-inflamasi efek mereka dengan menghambat aktivitas enzim COX110 dari hasil temuan ini  ia kemudian dianugerahi hadiah Nobel untuk Fisiologi atau Kedokteran (http://www.nature.com).


2. Defenisi
AINS adalah golongan  obat yang bekerja dengan cara menurunkan kadar prostaglandin (merupakan suatu mediator peradangan dan nyeri). AINS efektif untuk pengobatan peradangan, nyeri ringan sampai sedang, dan demam. AINS biasa digunakan untuk sakit kepala, cedera olahraga, dan gejala rematik. Beberapa AINS yang umum adalah ibuprofen, Advil, Motrin, naproxen, dan celecoxib (www.arthritis-health.com).

Obat analgesic-antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) lainnya merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa di antaranya sangat berbeda secara kimia. Obat-obat ini mempunyai persamaan dalam efek terapi dan efek samping. Protipe golongan ini adalah aspirin. Karena itu, obat golongan ini sering juga disebut sebagai obat mirip aspirin (aspirin like drugs). Obat mirip aspirin dibagi menjadi 5 golongan, yaitu salisilat dan salisilamid; para aminofenol; pirazolon; antirematik nonsteroid dan analgesik lainnya; dan obat pirai (gout) (Rahardjo, 2004).

AINS berkhasiat analgetis, antipiretis serta antiradang (antiflogistis) dan banyak digunakan untuk menghilangkan gejala penyakit rema seperti artrosis dan spondylosis. Obat ini juga efektis terhadap peradangan lain akibat trauma (pukulan, bentura, kecelakaan), juga misalnya setelah pembedahan, atau memar setelah olahraga. Obat in juga digunakan untuk mencegah pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup yang tinggi. Selanjutnya AINS juga berdaya terhadap kolik saluran empedu dan kemih, serta keluhan tulang pinggang dan neyeri haid. Obat AINS juga dapat berguna untuk nyeri kanker akibat merastase tulang, yang banyak digunakan dalam kasus ini adalah zat-zat dengan efek samping relatif sedikit, yakni ibuprofen, naproksen dan diklofenak.

 Penggolongan. Secara kimiawi obat-obat ini biasanya dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu: (Tjay dan Rahardja, 2007)
  1. Salisilat: asetosal, benorilat dan diflunisal. Dosis anti-radangnya terletak 2-3 kali lebih tinggi daripada dosis analgetiknya. Berhubungan dengan resiko efek sampingnya sampingnya maka jarang digunakan pada rema.
  2. Asetat: diklofenak, indometasin dan sunlidac. Indosmetasin termaksud obat yang terkuat daya antiradangnya, tetapi lebih sering menyebabkan keluhan lambung usus
  3. Propionat: ibuprofen, ketoprofen, flurbiprofen, naproksen dan tiaprofenat
  4. Oxicam: piroxicam, tenoxicam dan meloxicam
  5. Piazolon: (oksi) fenilbutazon dan azapropazon (prolixan)
  6. Lainnya: mefenamina, nabumeton, benzidamin dan bufexamac. Benzidamin berkhasiat antiradang agak kuat, tetapi kurang efektif pada gangguan rematik.
Obat analgetik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter. Obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Protipe obat gologan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut dengan juga sebagai obat mirip dengan aspirin (aspirin-like drugs). Klasifikasi kimia AINS, tidak banyak manfaat kliniknya, karena ada AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada obat AINS yang berbeda subgolongan tetai memliki sifat yang serupa. Klasifikasi yang lebih bermanfaat untuk diterapkan di klinik adalah berdasarkan selektifitasnya terhadap siklooksigenase (COX) (Tanu, 2007).

a. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan suatu hormon jaringan yang memiliki rumus asam lemak tak jennuh yang dihidroksilasi. Semula diduga sintesanya hanya dalam prostat, sehingga diberi nama demikian. Tetapi kemudian ternyata senyawa ini dapat dibentuk lokal di seluruh tubuhh, misalnya di dinding lambung dan pembuluh, trombosit, ginjal, rahim, dan paru-paru. Senyawa ini memiliki sejumlah efek fisiologi dan farmakologi luas antara lain terhadap otot polos (di dinding pembuluh, rahim, bronchi dan lambung-usus), ageregasi trombosit, produksi hormon, lipolysis di depot lemak dan SSP. Sintesis prostaglandin ini terjadi bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipid yang terdapat di membran sel menjadi asam aracidonat. Asam lemak poli tak jenuh ini kemudian untuk sebagian diubah oleh enzim cyclooksigenase menjadi asam endoperoksida dan seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin. Bagian lain dari aracidonat diubah oleh enzim lipoxygenase menjadi zat-zat leukotrien. Baik prostaglandin maupun leukotrien bertanggung jawab untuk sebagian besar dari gejala peradangan dan nyeri.

b. Mekansime Kerja

Mekanisme kerja berhubungan dengan sistem biosintesis PG (prostaglandin) mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dkk yang memperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG. penelitian lanjutan telah membuktikan bahwa produksi PG akan meningkat bilamana sel mengalami kerusakan. Walaupun in vitro obat AINS diketahui menghambat berbagai reaksi biokimiawi lainnya, hubungannya dengan efek analgesik, antipiretik dan antiinflamasinya belum jelas.

Mekanisme kerja berhubungan dengan sistem biosintesis PG (prostaglandin) mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dkk yang memperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG. penelitian lanjutan telah membuktikan bahwa produksi PG akan meningkat bilamana sel mengalami kerusakan. Walaupun in vitro obat AINS diketahui menghambat berbagai reaksi biokimiawi lainnya, hubungannya dengan efek analgesik, antipiretik dan antiinflamasinya belum jelas.

Golongan obat AINS ini menghambat sikloosigenase (COX) sehingga konversi asam aracidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektifitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam  kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit.  Di mukosa lambung, aktifasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. COX-2 semula diduga diinduksi berbagai stimulus inflamatoar, termaksud sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan. Ternyata COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vaskular dan pada proses perbaikan jaringan. Tromboksan A2 yang disintesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokontriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek proliferatif (Tanu, 2007).

Penghambatan COX-1 menghambat pembentukan prostacyclin (PgI­2) yang berdaya melindungi mukosa lambung dan ginjal sehingga demikian bertanggung jawab untuk efek samping iritasi lambun-usus seta nefrotoksisitasnya. Atas dasar perbedaan ini telah dikembangkan NSAIDs selektif, yang terutama menghambat COX-2 dan kurang atau tidak mempengaruhi COX-1 sehingga PgI2 tetap dibentuk dan iritasi lambung-usus dapat dihindari. Obat ini disebut penghambat COX-2 selektif dan yang kini dikenal adalah senyawa-senyawa celocoxib, rofecoxib, valdecoxib, parecoxib dan etorixoxib (Tjay dan Rahardja, 2007).


C. Contoh-contoh obat AINS

1. Aspirin

Contoh obat yang bekerja menghambat enzim COX-1 adalah aspirin atau asetosal (asam asetil salisilat). Aspirin merupakan analgetik antipiretik dan anti-inflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Aspirin sangant iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Aspirin dosis terapi berkerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dosis salisilat untuk dewasa adalah 325 mg- 650 mg (Tanu, 2007).

Efek samping. Efek samping salisilat pada pernafasan perlu dimengerti, karena pada gejala pernafasan tercermin serius gangguan keseimbangan asam dan basa dalam darah. Salisilat meranggsang pernfasan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada dosis terapi salisilat mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO2, Peningkatan PCO­2 akan merangsang pernafasan sehingga pengeluaran CO2 melalui alveoli bertambah dan PCO­ dalam plasma turun.

Efek terhadap keseimbangan asam basa. Dalam dosis terapi yang tinggi, salisilat menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen dan produksi CO2 tertutama di otot rangka karena perangsangan fosforilasi oksidatif. Karbondioksida yang dihasilkan selanjutnya mengakibatkan perangsangan pernafasan sehingga karbondioksida dalam darah tidak meningkat. Eksresi bikarbonat melalui ginjal meningkat disertai Na+ dan K+, sehingga bikarbonat dalam plasma menurun dan pH darah kembali normal. Keadaan ini disebut alkalosis respiratoar yang terkompensasi, dan sering dijumpai pada orang dewasa yang mendapat terapi salisilat secara intensif.

Efek urikosurik. Efek ini sangat ditentukan oleh besarnya dosis. Dosis kecil (1 g atau 2 g perhari) menghambat eksresi asam urat, sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat. Dosis 2 atau 3 g sehari biasanya tidak mengubah eksresi asam urat. Tetapi pada dosis lebih dari 5 g per hari terjadi peningkatan eksresi asam urat melalui urin, sehingga kadar asam urat asam urat dalam darah menurun. Hal ini terjadi karena pada dosis rendah salisilat menghambat sekresi tubuli sedangkan pada dosis tinggi  salisilat juga menghambat reabsorbsinya dengan hasil akhir peningkatan eksresi asam urat.

Efek terhadap darah. Pada orang sehat aspirin menyebabkan perpanjangan masa pendarahan. Hal ini bukan karena hipoprorombinemia, tetapi karena asetilasi siklooksigenase trombosit, sehingga pembentukan TXA2 terhambat.

Efek terhadap hati dan ginjal. Salisilat bersifat hepatotoksik dan ini berkaitan dengan dosis, bukan akibat reaksi imun. Salisilat dapat menurunkan fungsi ginjal pada pasien dengan hipovolemia atau gagal jantung.

Efek terhadap saluran cerna. Efek iritasi saluran cerna yaitu pendarahan lambung yang berat dapat terjadi pada dosis besar dan pemberian kronik.

Indikasi. Antipiretik. Dosis salisilat untuk dewasa ialah 325 mg – 650 mg/kgBB, diberikan tiap 4-6 jam.

Analgesik. Salisilat bermanfaat untuk mengobagi nyeri tidak spesifik misalnya sakit kepala, nyeri sendi, nyeri haid, nuralgia dan mialgia. Dosis sama untuk seperti penggunaan untuk antipiretik.

Demam reumatik akut. Dalam waktu 24-48 jam setelah pemberian obat yang cukup terjadi pengurangan nyeri, kekakuan, pembekakan, rasa panas dan memerahnya jaringan setempat. Dosis untuk dewasa 5,8 g per hari, diberikan 1 g per kali. Dosis untuk anak 100-125 mg/kgBB/hari diberikan tiap 4-6 jam selama seminggu (Tanu, 2007).

2. Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derifat asam propionat yang pertama kali diperkenalkan di banyak negara. Obat ini bersifat analgetik dengan daya anti-inflamai yang tidak terlalu kuat. Efek analgetiknya sama seperti aspirin. Efek anti-inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Sembilan puluh persen ibuprofen terikat dalam protein plasm. Eksresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang diabsropsi akam dieksresi melalui urin.

Dosis sebagai analgetik 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap orang ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan untuk diminum oleh wanita hamil dan menyusui (Tanu, 2007).


3. Diklofenak

Diklofenak termaksud dalam kelompok preferential COX-2 inhibitor abosorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Pemakaian selama kehamilantidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi rua atau tiga dosis. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek metabolisme lintas pertama sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, diklofenak diakumulasi di cairan sinovial yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut. Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua obat AINS, pemakaian obat ini harus hati-hati pada pasien tukak lambung.

4. Piroksikam

Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat. Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga hanya diberikan sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat di lambung. Frekuensi kejadian efek samping dengan piroksikam mencapai 11-46% dan 4-12%. Efek samping tersering adalah gangguan saluran cerna, antara lain yang berat adalah tukak lambung. Efek samping lain adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit. Dosis 10-20 mg sehari diberikan pada pasien yang tidak memberi respon cukup dengan AINS yang lebih aman.

D. Farmakokinetik

AINS diserap dengan baik secara enteral. Obat AINS terikat pada protein plasma. AINS tereliminasi pada kecepatan yang berbeda misalnya : diklofenak (t1 / 2 = 1-2 jam) dan piroksikam (t1 / 2  ~50 jam), dengan demikian, dosis interval dan risiko akumulasi AINS akan bervariasi. Eliminasi  salisilat, cepat dielimiasi dalam bentuk metabolit asam asetil salisilat. Salisilat secara efektif diserap di ginjal, kecuali pada pH urin yang tinggi. Salah satu prasyarat untuk cepatnya eliminasi di ginjal adalah reaksi konjugasi hepatik terutama dengan glisin (→ asam salicyluric) dan asam glukuronat. Pada dosis yang  tinggi, konjugasi dapat menyebabkan rate limiting. Proses eliminasi kini semakin tergantung pada salicylate yang tidak berubah, yang dikeluarkan (eliminasi) perlahan-lahan (Lullman et al, 2000).

3. Biosintesis

Walaupun jalur sintesis ini terlihat amat mudah, amatlah sulit untuk mengatur reaksi sehingga didapat hasil yang opimal. Komponen utama yang mula-mula terjadi adalah suatu semi ester karbonat. Selama fase ini suhu reaksi tidak boleh malampaui batas tertentu (sekitar 350C), karena terjadi reaksi sampingan seperti digambarkan di bawah ini. Kemudian barulah pada suhu tinggi (sekitar 1750C, tekanan berlebih CO2) akan tersubtitusi.

Biosintesis asam asetil salisilat (Ebel, 1992)

Biosintesis asam mefenamat (Ebel, 1992)

Biosintesis Diklofenak

Diklofenak merupakan senyawa turunan aril asetat, untuk pembuatan senyawa aril asetat pada umumnya dapat digunakan reaksi Willgerodt. Dengan mereaksikan arilmetilketon dengan belerang dalam morfolin maka akan terbentuk amida tiokarbonatnya, yang dengan mudah dapat dihirolisis. Berikut merupakan sintesis dari diklofenak yang merupakan turunan dari aril asetat.

Biosintesis fenil butazol (Ebel, 1992)

Fenilbutazon merupakan turunan dari pirazolidindion. Sintesis turunan ini terjadi dengan kondensasi ester malonat dengan hidrobenzol. Pemasukan rantai samping C-4 terjadi melalui alkilhalogenida sebelum kondensasi atau dengan kondensasi menggunakan aldehidnya setelah penutupan cincin diikuti dengan hidrasi katalitik. Berikut merupakan biosintesis dari fenil butazon.

 

Biosintesis ibuprofen


DAFTAR PUSTAKA


Ebel, Siegfiried. 1992. Obat Sintetik. Gadjah Mada University Press.  Yogyakarta

http://www.arthritis-health.com/glossary/non-steroidal-anti-inflammatory-drugs-NSAIDss. Diakses tanggal 22 november 2012.

http://www.faqs.org/sports-science/Mo-Pl/Nonsteroidal-Anti-Inflammatory DrugsNSAIDSs.html. Diakses tanggal 22 november 2012.

http://www.nature.com/nrc/journal/v1/n1/box/nrc1001-011a_BX1.html. Diakses tanggal 22 november 2012.

Lullmann, H., Mohr, K., Ziegler, A., dann Bieger, D. 2000. Calor Atlas of Pharmacology. Thieme. New York

Rahardjo, Rio. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi II. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Sukandar, E Y., Andarajati, R., Sigit, J I., Adnyana, I K., Setiadi, A P dan Kusnandar. 2008. Iso Farmakoterapi. ISFI. Jakarta.

Tanu. 2007. Farmakologi dan Terapi. FKUI. Jakarta.

Tjay, T. H. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Edisi VI. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

OBAT ANTI INFLAMASI NON STEROID (AINS)

1. History Obat yang paling dikenal dari golongan AINS adalah aspirin, atau acetasalicylic, obat ini pertama kali disintesis pada tahun 18...